Pendidikan merupakan modal utama terciptanya keluwesan
dalam rangka memanusiakan manusia. Pendidikan dibutuhkan oleh seluruh lapisan
masyarakat baik tua maupun muda. Pembangunan negara yang baik akan terwujud
jika pendidikan sudah merata dan terimplementasikan dengan semaksimal mungkin.
Ada pepatah bahwa “Carilah ilmu hingga ke negeri China”. Tentunya pepatah
tersebut sangat memotivasi manusia, bahwa pendidikan itu dibutuhkan kapan pun
dan dimana pun.
Pendidikan diartikan sebagai upaya sadar dan terencana
yang dilakukan oleh pendidik dewasa dan bertujuan dengan mendewasakan terdidik.
Tentunya pendidikan patut dilakukan dengan usaha yang gigih, optimis, action,
tanggung jawab, dan tidak putus asa, serta yang tak kalah pentingnya pendidikan
harus terencana dengan tujuan yang jelas, media yang baik, serta evaluasi yang
mendidik. Pendidikan harus dilaksanakan secara utuh yang memuat unsur
komprehensif dan integral, dimana setiap individu harus mau dan mampu
melaksanakan pendidikan yang ia jalani, tanpa mengabaikan 3 hal/kemampuan dalam
pendidikan yaitu aspek pengajaran (kognitif), pengembangan (afektif), pelatihan
(psikomotorik). Situasi belajar yang kondusif untuk proses pembelajaran perlu
memuat aspek fisik, psikologis, sosiologis, antropologis, ekonomis, dan
geografis. Sehingga ukuran hasil belajar akan diperoleh setiap individu baik
dalam logika (salah menjadi benar), etika (buruk menjadi baik), estetika (jelek
menjadi indah). Dengan begitu, akan memunculkan esensi belajar yang produktif
dan menghasilkan manusia yang berkepribadian tubuh yang sehat dan kuat , fikir
yang jernih, roh dan hati nurani yang bersih, serta nafsu yang terkendali. Jika
sudah tercapai hal demikian, maka pendidikan dalam rangka memanusiakan manusia
sudah terimplementasikan dengan baik.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang tidak semua
sadar akan pentingnya pendidikan membuat persepsi yang beragam diantara keadaan
sosial yang ada. Perubahan sosial, modernisasi, globalisasi, mendukung proses
tergesernya budaya bangsa. Bangsa Indonesia sangat kaya akan budaya yang
memiliki unsur-unsur nilai, moral, norma, etika kepribadian bangsa Indonesia.
Umumnya hal yang tidak menguntungkan tersebut didukung oleh sikap yang kurang
baik, baik dalam hal : ramah (senyum, salam, sapa), bahasa (Ejaan yang
Disempurnakan semakin terkikis oleh bahasa gaul remaja masa kini), kedisiplinan
yang semakin memudar, sikap hipokrit yang semakin merajalela, meremehkan mutu
dan kurang bertanggung jawab. Secara spesifik perubahan sosial budaya,
modernisasi, globalisasi mendukung perubahan sosial budaya secara 180 derajat
yang diakibatkan oleh adanya sikap permisif. Permisif ialah budaya yang
diizinkan, hal yang melanggar norma menjadi diperbolehkan, serta hal yang dianggap
tabu menjadi tidak tabu lagi, misalnya : menyontek. Hal tersebut merupakan
salah satu contoh penyakit sosial yang bisa terus berkembang ke arah yang lebih
serius. Begitu pula dalam gaya hidup masyarakat zaman modern dan globalisasi
ini. Pola makan, pakaian, hobby, maupun aktivitas manusia sudah berbanding
terbalik dengan pola hidup masyarakat tradisional. Budaya bangsa sudah semakin
larut hilang. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat untuk mendukung terwujudnya
aktivitas masyarakat yang baik tanpa mengecualikan dan menghilangkan unsur asli
budaya bangsa. Salah satu cara yang paling efektif dan efisien adalah dengan
pendidikan berbasis budaya.
Belajar berbasis budaya merupakan langkah yang tepat
untuk mewujudkan pendidikan berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya
memuat 3 unsur yaitu : belajar tentang budaya (menempatkan budaya sebagai
bidang ilmu), belajar dengan budaya (metode pemanfaatan budaya), belajar
melalui budaya (pemahaman makna yang diciptakan baik melalui kreativitas maupun
imajinasi dalam ragam perwujudan budaya). Belajar berbasis budaya harus
dilakukan secara berkelanjutan demi tercapainya sisi kulminasi serta mewujudkan
situasi indigasi. Dimana mempertujukkan kebudayaan asli setelah kita belajar
melalui pendidikan berbasis budaya. Kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi ialah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Adapun
menurut William Ogburn, budaya materi lebih cepat berkembang daripada budaya
immateri. Karena kebudayaan yang sulit diterima oleh masyarakat ialah unsur
yang menyangkut sistem kepercayaan serta unsur yang dipelajari pada taraf
pertama sosialisasi. Budaya immateri yang mudah diterima oleh masyarakat sangat
mendukung proses perubahan sosial. Maka dari itu setiap individu perlu
mempelajari, memahami, menginternalisasi serta mensosialisasikan esensi yang
ada pada pembelajaran berbasis budaya. Dengan pembelajaran berbasis budaya kita
bisa menempatkan segala ilmu pengetahuan yang kita pahami dan aktivitas
kehidupan yang kita lakukan tanpa mengabaikan dan menghilangkan unsur
kebudayaan asli bangsa Indonesia.
Internalisasi pendidikan berbasis budaya dapat
dilakukan oleh setiap individu baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun
dalam masyarakat. Keluarga sebagai tempat pertama individu bersosialisasi perlu
mengajarkan dan mendidik setiap individu untuk memahami apa manfaat yang dapat
dirasakan dan kepuasan jika memaknai arti dari kebudayaan. Dimulai dari
tindakan kecil yang terus berkelanjutan sehingga menghasilkan individu yang
mencintai kebudayaan tradisional maupun nasional yang ada di Indonesia.
Kebudayaan bukan diturunkan (herediter) tetapi melalui proses sosial yang
dinamakan sosialisasi. Percontohan dari orang tua, dimana orang tua perlu
memperkenalkan dan menginternalisasikan kebudayaan kepada anggota keluarganya
(anak-anaknya). Begitu pula dalam lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat
yang paling efektif dan efisien untuk mewujudkan pendidikanberbasis budaya.
Guru sebagai pendidik perlu mendidik siswanya dalam memahami ilmu pengetahuan
dan etika dalam menggunakan ilmu pengetahuan tersebut yang didalamnya selalu
menempatkan dan memuat unsur-unsur pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran
berbasis budaya perlu diterapkan pada semua mata pelajaran di sekolah yang
dilaksanakan secara terintergrasi. Misalnya: mengadakan pentas seni budaya
daerah, pembiasaaan 3S ( senyum, salam, sapa, budaya ramah kepribadian
masyarakat Indonesia), cerdas cermat budaya Indonesia, adanya ekstrakulikuler
seni (baik tari, rupa, musik, drama, dan lain sebagainya), fasilitas yang
memadai untuk mendukung proses pembelajaran berbasis budaya, dan manajemen
sekolah. Peran pendidik sangat diperlukan untuk tercapainya keberhasilan
pendidikan berbasis budaya. Guru harus memunculkan ide-ide kreatif, inovatif
dan konstruktif untuk memacu siswanya untuk mengetahui lebih dalam pemahaman
terhadap budaya. Guru dianggap sebagai motivator, fasilitator, mediator, dan
evaluator terhadap siswanya. Selain itu siswa pun perlu aktif dan tanggap dalam
mengaplikasikan kebudayaan baik dalam memperhatikan gurunya, bertanya,
berpendapat, maupun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru baik di kelas
maupun di luar kelas.
Selain keluarga dan sekolah masyarakat dan pemerintah
pun perlu mendukung pembelajaran berbasis budaya. Pendidikan dan kebudayaan merupakan
hal yang berkaitan erat satu sama lain. Karena keduanya sangat penting untuk
setiap individu agar dapat hidup dinamis tanpa mengabaikan nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Pemerintah pun perlu memfasilitasi, mewadahi, membuat
rancangan yang tepat untuk terselenggaranya pendidikan berbasis budaya yang
komprehensif dan integral. Misalnya: dalam media cetak dan elektronik disiarkan
acara-acara yang memuat budaya bangsa. Lagu-lagu daerah, tarian daerah, lagu
nasional dan kebudayaan asli Indonesia sering dipertunjukkan dan ditontonkan
kepada masyarakat. Karena kebudayaan tersebut merupakan kekayaan bangsa yang
perlu dilestarikan. Jangan sampai semakin hilang oleh munculnya budaya luar.
Filterisasi perlu dijunjung tinggi oleh masyarakat. Budaya negatif perlu
dihilangkan demi terciptanya masyarakat Indonesia yang beretika baik dan
bermartabat tinggi.
Kita bisa mengambil contoh konkret kebudayaan yang ada
di masyarakat, misalnya budaya Sunda. Kebudayaan Sunda kaya akan kearifan lokal
masyarakatnya. Meskipun zaman sudah semakin modern namun budaya Sunda masih
tetap eksis di kalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan karena masyarakatnya
sering menggunakan, melestarikan kebudayaan Sunda tersebut. Dalam pakaian
budaya Sunda semakin memunculkan ide-ide kreatif, misalnya: kebaya. Kebaya
dimodifikasi semenarik mungkin dengan rancangan dan hasil yang sangat diminati
konsumen masa kini. Makanan tradisional orang Sunda pun begitu
nikmat, nasi liwet tersedia di berbagai daerah. Karena rasanya yang khas,
dilengkapi dengan lalap-lapan, lauk, dan sambal yang menggugah selera makan.
Selain itu dari keseniannya pun budaya Sunda tak kalah menarik. Anklung,
gamelan, lagu-lagu tradisional, tari-tari tradisional seperti tari jaipongan,
tari rampak gendang, tari merak, dan lain sebagainya sudah sangat diminati
masyarakat baik masyrakat Sunda maupun luar Sunda. Hal ini didukung dan
digemari masyarakat karena seringnya dilakukan pagelaran dan pameran budaya
Sunda. Sehingga masyarakat semakin tertarik dengan kekayaan budaya Sunda. Acara
pementasan ini pun tidak hanya dilakukan di dalam negeri tapi sudah mendunia.
Sehingga bangsa luar pun mengenal dan menyukai kebudayaan yang ada di
Indonesia. Dalam bahasa, Sunda memiliki 3 penggunaan,yaitu bahasa loma (dengan
sesama), sedeng (sedang), dan lemes (halus). Bahasa tersebut dipergunakan
dengan siapa lawan bicara kita lebih tua, lebih muda, atau sesama dengan kita.
Bahasa Sunda pun unik, enak didengar dan menarik sekali jika bukan orang Sunda
asli yang mengucapkannya. Bahasa Sunda sering digunakan dalam acara-acara di
media elektronik sehingga banyak masyarakat yang ingin mempelajari bahasa
Sunda. Selain itu dalam budaya Sunda dikenal bahwa orang Sunda ramah tamah dan
tidak suka dengan kekerasan. Sehingga masyarakat semakin banyak yang menyukai
kebudayaan Sunda.
Kebudayaan Sunda tersebut bisa meiliki kekayaan
kearifan lokal yang sangat tinggi sehingga menjadi langkah dalam rangka
terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Menempatkan pendidikan berbasis budaya
mewujudkan masyarakat Indonesia yang semakin terinernalisasi pendidikan
berbasis budaya dalam setiap aktivitas hidupnya. Tujuan pendidikan pengajaran
nasional untuk mencapai peningkatan nasional, pembangunan nasional, pendidikan
nasional (tanpa mengabaikan keimanan dan ketakwaan), institusional, kulikuler,
maupun instruksional dapat terwujud jika seluruh lapisan masyarakat ikut
membangun pendidikan berbasis budaya demi terciptanya manusia Indonesia yang
seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang seluruhnya.