Sabtu, 02 Januari 2016

Internalisasi Pendidikan Berbasis Budaya

Oleh : Dena Mustika
Pendidikan merupakan modal utama terciptanya keluwesan dalam rangka memanusiakan manusia. Pendidikan dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik tua maupun muda. Pembangunan negara yang baik akan terwujud jika pendidikan sudah merata dan terimplementasikan dengan semaksimal mungkin. Ada pepatah bahwa “Carilah ilmu hingga ke negeri China”. Tentunya pepatah tersebut sangat memotivasi manusia, bahwa pendidikan itu dibutuhkan kapan pun dan dimana pun.
Pendidikan diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik dewasa dan bertujuan dengan mendewasakan terdidik. Tentunya pendidikan patut dilakukan dengan usaha yang gigih, optimis, action, tanggung jawab, dan tidak putus asa, serta yang tak kalah pentingnya pendidikan harus terencana dengan tujuan yang jelas, media yang baik, serta evaluasi yang mendidik. Pendidikan harus dilaksanakan secara utuh yang memuat unsur komprehensif dan integral, dimana setiap individu harus mau dan mampu melaksanakan pendidikan yang ia jalani, tanpa mengabaikan 3 hal/kemampuan dalam pendidikan yaitu aspek pengajaran (kognitif), pengembangan (afektif), pelatihan (psikomotorik). Situasi belajar yang kondusif untuk proses pembelajaran perlu memuat aspek fisik, psikologis, sosiologis, antropologis, ekonomis, dan geografis. Sehingga ukuran hasil belajar akan diperoleh setiap individu baik dalam logika (salah menjadi benar), etika (buruk menjadi baik), estetika (jelek menjadi indah). Dengan begitu, akan memunculkan esensi belajar yang produktif dan menghasilkan manusia yang berkepribadian tubuh yang sehat dan kuat , fikir yang jernih, roh dan hati nurani yang bersih, serta nafsu yang terkendali. Jika sudah tercapai hal demikian, maka pendidikan dalam rangka memanusiakan manusia sudah terimplementasikan dengan baik.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang tidak semua sadar akan pentingnya pendidikan membuat persepsi yang beragam diantara keadaan sosial yang ada. Perubahan sosial, modernisasi, globalisasi, mendukung proses tergesernya budaya bangsa. Bangsa Indonesia sangat kaya akan budaya yang memiliki unsur-unsur nilai, moral, norma, etika kepribadian bangsa Indonesia. Umumnya hal yang tidak menguntungkan tersebut didukung oleh sikap yang kurang baik, baik dalam hal : ramah (senyum, salam, sapa), bahasa (Ejaan yang Disempurnakan semakin terkikis oleh bahasa gaul remaja masa kini), kedisiplinan yang semakin memudar, sikap hipokrit yang semakin merajalela, meremehkan mutu dan kurang bertanggung jawab. Secara spesifik perubahan sosial budaya, modernisasi, globalisasi mendukung perubahan sosial budaya secara 180 derajat yang diakibatkan oleh adanya sikap permisif. Permisif ialah budaya yang diizinkan, hal yang melanggar norma menjadi diperbolehkan, serta hal yang dianggap tabu menjadi tidak tabu lagi, misalnya : menyontek. Hal tersebut merupakan salah satu contoh penyakit sosial yang bisa terus berkembang ke arah yang lebih serius. Begitu pula dalam gaya hidup masyarakat zaman modern dan globalisasi ini. Pola makan, pakaian, hobby, maupun aktivitas manusia sudah berbanding terbalik dengan pola hidup masyarakat tradisional. Budaya bangsa sudah semakin larut hilang. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat untuk mendukung terwujudnya aktivitas masyarakat yang baik tanpa mengecualikan dan menghilangkan unsur asli budaya bangsa. Salah satu cara yang paling efektif dan efisien adalah dengan pendidikan berbasis budaya.
Belajar berbasis budaya merupakan langkah yang tepat untuk mewujudkan pendidikan berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya memuat 3 unsur yaitu : belajar tentang budaya (menempatkan budaya sebagai bidang ilmu), belajar dengan budaya (metode pemanfaatan budaya), belajar melalui budaya (pemahaman makna yang diciptakan baik melalui kreativitas maupun imajinasi dalam ragam perwujudan budaya). Belajar berbasis budaya harus dilakukan secara berkelanjutan demi tercapainya sisi kulminasi serta mewujudkan situasi indigasi. Dimana mempertujukkan kebudayaan asli setelah kita belajar melalui pendidikan berbasis budaya. Kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi ialah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Adapun menurut William Ogburn, budaya materi lebih cepat berkembang daripada budaya immateri. Karena kebudayaan yang sulit diterima oleh masyarakat ialah unsur yang menyangkut sistem kepercayaan serta unsur yang dipelajari pada taraf pertama sosialisasi. Budaya immateri yang mudah diterima oleh masyarakat sangat mendukung proses perubahan sosial. Maka dari itu setiap individu perlu mempelajari, memahami, menginternalisasi serta mensosialisasikan esensi yang ada pada pembelajaran berbasis budaya. Dengan pembelajaran berbasis budaya kita bisa menempatkan segala ilmu pengetahuan yang kita pahami dan aktivitas kehidupan yang kita lakukan tanpa mengabaikan dan menghilangkan unsur kebudayaan asli bangsa Indonesia.
Internalisasi pendidikan berbasis budaya dapat dilakukan oleh setiap individu baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Keluarga sebagai tempat pertama individu bersosialisasi perlu mengajarkan dan mendidik setiap individu untuk memahami apa manfaat yang dapat dirasakan dan kepuasan jika memaknai arti dari kebudayaan. Dimulai dari tindakan kecil yang terus berkelanjutan sehingga menghasilkan individu yang mencintai kebudayaan tradisional maupun nasional yang ada di Indonesia. Kebudayaan bukan diturunkan (herediter) tetapi melalui proses sosial yang dinamakan sosialisasi. Percontohan dari orang tua, dimana orang tua perlu memperkenalkan dan menginternalisasikan kebudayaan kepada anggota keluarganya (anak-anaknya). Begitu pula dalam lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling efektif dan efisien untuk mewujudkan pendidikanberbasis budaya. Guru sebagai pendidik perlu mendidik siswanya dalam memahami ilmu pengetahuan dan etika dalam menggunakan ilmu pengetahuan tersebut yang didalamnya selalu menempatkan dan memuat unsur-unsur pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya perlu diterapkan pada semua mata pelajaran di sekolah yang dilaksanakan secara terintergrasi. Misalnya: mengadakan pentas seni budaya daerah, pembiasaaan 3S ( senyum, salam, sapa, budaya ramah kepribadian masyarakat Indonesia), cerdas cermat budaya Indonesia, adanya ekstrakulikuler seni (baik tari, rupa, musik, drama, dan lain sebagainya), fasilitas yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran berbasis budaya, dan manajemen sekolah. Peran pendidik sangat diperlukan untuk tercapainya keberhasilan pendidikan berbasis budaya. Guru harus memunculkan ide-ide kreatif, inovatif dan konstruktif untuk memacu siswanya untuk mengetahui lebih dalam pemahaman terhadap budaya. Guru dianggap sebagai motivator, fasilitator, mediator, dan evaluator terhadap siswanya. Selain itu siswa pun perlu aktif dan tanggap dalam mengaplikasikan kebudayaan baik dalam memperhatikan gurunya, bertanya, berpendapat, maupun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru baik di kelas maupun di luar kelas.
Selain keluarga dan sekolah masyarakat dan pemerintah pun perlu mendukung pembelajaran berbasis budaya. Pendidikan dan kebudayaan merupakan hal yang berkaitan erat satu sama lain. Karena keduanya sangat penting untuk setiap individu agar dapat hidup dinamis tanpa mengabaikan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pemerintah pun perlu memfasilitasi, mewadahi, membuat rancangan yang tepat untuk terselenggaranya pendidikan berbasis budaya yang komprehensif dan integral. Misalnya: dalam media cetak dan elektronik disiarkan acara-acara yang memuat budaya bangsa. Lagu-lagu daerah, tarian daerah, lagu nasional dan kebudayaan asli Indonesia sering dipertunjukkan dan ditontonkan kepada masyarakat. Karena kebudayaan tersebut merupakan kekayaan bangsa yang perlu dilestarikan. Jangan sampai semakin hilang oleh munculnya budaya luar. Filterisasi perlu dijunjung tinggi oleh masyarakat. Budaya negatif perlu dihilangkan demi terciptanya masyarakat Indonesia yang beretika baik dan bermartabat tinggi.
Kita bisa mengambil contoh konkret kebudayaan yang ada di masyarakat, misalnya budaya Sunda. Kebudayaan Sunda kaya akan kearifan lokal masyarakatnya. Meskipun zaman sudah semakin modern namun budaya Sunda masih tetap eksis di kalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan karena masyarakatnya sering menggunakan, melestarikan kebudayaan Sunda tersebut. Dalam pakaian budaya Sunda semakin memunculkan ide-ide kreatif, misalnya: kebaya. Kebaya dimodifikasi semenarik mungkin dengan rancangan dan hasil yang sangat diminati konsumen masa kini. Makanan tradisional orang Sunda pun begitu nikmat, nasi liwet tersedia di berbagai daerah. Karena rasanya yang khas, dilengkapi dengan lalap-lapan, lauk, dan sambal yang menggugah selera makan. Selain itu dari keseniannya pun budaya Sunda tak kalah menarik. Anklung, gamelan, lagu-lagu tradisional, tari-tari tradisional seperti tari jaipongan, tari rampak gendang, tari merak, dan lain sebagainya sudah sangat diminati masyarakat baik masyrakat Sunda maupun luar Sunda. Hal ini didukung dan digemari masyarakat karena seringnya dilakukan pagelaran dan pameran budaya Sunda. Sehingga masyarakat semakin tertarik dengan kekayaan budaya Sunda. Acara pementasan ini pun tidak hanya dilakukan di dalam negeri tapi sudah mendunia. Sehingga bangsa luar pun mengenal dan menyukai kebudayaan yang ada di Indonesia. Dalam bahasa, Sunda memiliki 3 penggunaan,yaitu bahasa loma (dengan sesama), sedeng (sedang), dan lemes (halus). Bahasa tersebut dipergunakan dengan siapa lawan bicara kita lebih tua, lebih muda, atau sesama dengan kita. Bahasa Sunda pun unik, enak didengar dan menarik sekali jika bukan orang Sunda asli yang mengucapkannya. Bahasa Sunda sering digunakan dalam acara-acara di media elektronik sehingga banyak masyarakat yang ingin mempelajari bahasa Sunda. Selain itu dalam budaya Sunda dikenal bahwa orang Sunda ramah tamah dan tidak suka dengan kekerasan. Sehingga masyarakat semakin banyak yang menyukai kebudayaan Sunda.

Kebudayaan Sunda tersebut bisa meiliki kekayaan kearifan lokal yang sangat tinggi sehingga menjadi langkah dalam rangka terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Menempatkan pendidikan berbasis budaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang semakin terinernalisasi pendidikan berbasis budaya dalam setiap aktivitas hidupnya. Tujuan pendidikan pengajaran nasional untuk mencapai peningkatan nasional, pembangunan nasional, pendidikan nasional (tanpa mengabaikan keimanan dan ketakwaan), institusional, kulikuler, maupun instruksional dapat terwujud jika seluruh lapisan masyarakat ikut membangun pendidikan berbasis budaya demi terciptanya manusia Indonesia yang seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang seluruhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar